Masa Muda?
Entahlah, bagaimana dunia melihat masa mudaku? Sempat
terfikir, mengapa aku tidak merasa seperti kebanyakan orang lain. Dan
seringkali mengasingkan diri dan berpura-pura seperti layaknya mereka.
Entahlah, bagaimana angin memutar keadaan masa mudaku?
Kadangkali, waktu begitu berjalan terlalu cepat, dan kadang begitu lama untuk
beranjak ke keadaan baru. Bahkan, tak jarang aku menutupi kerapuhan.
Entahlah, bagaimana air mengarahkan masa mudaku? Tiap malam
selalu saja mengambil waktu untuk merenungkan masa lalu, dan masa depanku
kelak. Namun, aku saja masih merasa asing dengan diri sendiri.
Satu hal terakhir yang ku ingat, ibu melarangku untuk tidak
menjalin hubungan spesial dengan perempuan manapun. Ya, Larangan untuk
berpacaran! Sejak aku merasa besar dan memulai segalanya dengan mandiri, tak
pernah sekalipun bermaksud untuk berbohong pada orang tua, apalagi mencoba tak
mengindahkan nasehat-nasehat ibu. Mungkin ini hal yang ku pegang bahwa patuh
pada orang tua pasti akan membawa pada kebaikan, dan kesuksesan kelak.
Tapi, satu hal yang terkadang menguji. Kadangkali, inilah
yang membuatku merasa asing dengan masa muda. Mengapa aku terlalu keras pada
diriku sendiri. Dan tak sedikitpun memberi celah untuk berbuat hal yang
sesekali mungkin dilakukan anak muda pada umumnya. Seperti halnya berpacaran
lagi, dan lagi. Namun, memang harus diakui bahwa aku tak lihai dalam hal itu,
terlalu kaku dan bodoh untuk menjadi seorang kekasih. Atau memang karena aku
sendiri tidak betul-betul mengenal apa sebenarnya itu pacaran dan memaknai
cinta seperti orang lain katakan. Ah… se’katrok’ itukah aku? Atau zaman ini
zaman katrok?
Setidaknya dari sini aku belajar dan mulai meyakini bahwa
pengalaman adalah guru terbaik, dan aku telah membuktikannya.
Sekali lagi memikirkan petuah ibu, bahwa aku tak boleh lagi
berpacaran. Benar memang, sejak ibu memberi petuah itu aku mulai takut untuk
mencintai perempuan. Meski terkadang, naluri laki-laki untuk mencintai seorang
perempuan sesekali bergejolak. Untuk menahannya, sekali lagi aku tanyakan pada
diri sendiri, sudah siapkah? Apa yang ku cari dari pacaran? Nothing!
Benar memang, aku pribadi belum merasa siap, dan tak
menemukan jawaban jelas apa alasan untuk kemudian berpacaran. Tapi keadaan di
antara naluri laki-laki dan petuah itu memposisikan diriku dalam peperangan
batin, keduanya selalu bertaut.
Mungkin, inilah yang dinamakan mencintai dalam diam. Memang
harus kunikmati kenyataan ini, karena pengalaman lalu tak lagi memberiku jalan.
Dan secara jujur kukatakan, secara terpaksa ini harus kujalani, nasehat ibu. Meski
memang dirasa berat, terpaksa sekalipun, pasti akan terbiasa dengan sendirinya.
Beberapa bulan ini sudah ku jalani, awalnya memang terlihat
abnormal, karena mungkin aku terlalu keras menerapkannya pada diri. Dan kali
ini yang tidak bisa kupungkiri, aku merasa takut untuk jatuh cinta meskipun
diam-diam harus diakui bahwa wajar manakala sekedar menyukai seseorang. Tapi
begitu setiap kali muncul urusan hati, begitu cepat sekali pertahanan diri menangkisnya.
Lagi-lagi harus meredam untuk mematikan apa itu yang dinamakan mencintai.
Malam ini, tepat hari ini, kondisi fisik dan psikis memang
harus berhenti untuk menuruti perang batin, menghentikan lagi permberontakan
hati. Aku harus berhenti, dan memanglah harus berhenti mencari-cari alasan
untuk membunuh perlahan demi perlahan prinsip yang sudah kutanam sejak kecil
dahulu.
Kembali ku yakinkan pada diri, bahwa beginilah faktanya aku
terlahir, dan tidak akan pernah sedikitpun untuk merubahnya secara menyeluruh.
Aku meyakini bahwa setiap orang terlahir dengan garis hidup yang sudah
ditetapkanNya. Dan inilah yang perlahan ku pahami, bahwa apa yang ku alami
dahulu dan keadaanku sekarang adalah perjalanan garis yang sudah diperuntukkan
untuk menjadi jalan hidupku.
Saat ini dan ke depan, aku hanya ingin berdoa dan berharap
bahwa di masa-masa muda ini, semoga aku senantiasa diingatkan Tuhan melalui
kekuatan batin untuk memfokuskan diri pada studi dan pencapaian karir. Aku
hanya tidak ingin jatuh cinta di usia yang salah, karena jika hal dimulai oleh
hal yang tidak tepat maka hasilnya pun tidak akan seperti apa yang ingin kita
capai.
Aku tidak sendiri, dan tidak akan pernah merasa sendiri.
Kelak, pasti akan ada waktunya
tersendiri bagiku untuk memikirkan apa itu jodoh. Saat ini otak harus ku
atur sepenuhnya untuk pencapaian mimpi-mimpi kesuksesan yang harus kucapai
hingga saatnya nanti keadaan dan usia yang mengarahkanku pada apa yang
dinamakan jatuh cinta yang sebenar-benarnya jatuh cinta.
Memang harus diakui, rasa syukur kepada Tuhan, keluarga, dan
pengalaman haruslah kulakukan sebagai bentuk terima kasih atas segala
pembelajaran selama ini.
Sebagai penutup,
Mungkin aku akan lelah, lengah, dan merasa bersalah, namun
sekali lagi ku yakini dalam doa, selama kebaikan yang ku tanam, maka Tuhan akan
memberikan buah kebaikan padaku, dan jalan hidupku.
22.40
31/10/2012