oleh : Andy Ilman Hakim
“..persis seperti duka lalu, perpisahan kadangkali menyulut rasa
kalut.”
Tak banyak manusia memiliki kesempatan yang sama untuk
menjalani dan merencanakan hidup. Seringkali, aku pun merasa, hidup masih
terlalu banyak menuntut. Agar tak lengah
sedikitpun dari rel kereta yang sudah jauh-jauh hari kubangun untuk mengitari
perjalanan hidup.
Muda belia, banyak dari mereka menikmatinya. Sesuka hati
mengundang waku untuk menjemput rindu. Tapi, bagiku, ya hanya bagiku
barangkali, pertemuan tak hanya persoal bertatap muka. Lebih dari itu, kita
mengenal makna tabah dalam setiap pertemuan.
27 April lalu, kita saling bertatap seolah tak ada hal baru
yang membedakan pertemuan kita sebelumnya. Ya, sekitar 2 tahun yang lalu. Saat
tangis mengiringi perpisahan.
Masih teringat di Leuwipanjang. Keringat dingin dan nyali
menjadi tak bersahabat. Kamu dan akupun, tertegun sejenak mendiami waktu. Bukan
persebab kita malu-malu, namun rasa penasaran apakah kita tengah benar-benar
bertemu. Mimpi?
Kamu dan aku, di lobby Leuwipanjang. Ya, sampai saat ini pun
aku masih bertanya-tanya. Benarkah ini nyata?
“Bagiku, barangkali, air mata adalah teman setia; selalu ada bersama
duka.”
Di Malang, sudah ada yang tabah
menanti kedatanganku. Laptop yang ingin sekali mendengar cerita perjalanan singkat
untuk menemuimu. Ia ingin aku mencurahkan segala. Apapun. Ya, seisi kebun-kebun
di kepalaku.
Kamu tau apa yang ingin ia
dengar?
Sudah kupastikan, namamu adalah
yg selalu ingin didengarnya.
Malabar, 1 Mei 2014.