Malang, 5 Maret 2014
oleh : Andy Ilman Hakim
Bulan-bulan ini adalah bulan kesal bagiku. Mahasiswa, kini
memprihatinkan. Terjual oleh kemunafikan akan tumpukan materi. Hilang dan
lenyap kini idealisme. Hancur dan bungkam karakter, jiwa muda, dan integritas
yang mereka tafsirkan sendiri.
”Cara instan dan transaksional tak akan menghasilkan kepemimpinan yang
besar. Mereka hanya akan disibukkan pada satu urusan : Untung-Rugi!”
Ah, tak penting sekali rasanya merongrong keburukan mereka.
Tapi, bagaimana dunia kelak?
Setahun merasakan dunia politik kampus sebagai aktor utama
memang banyak membelalakkan mata. Bagaimana tidak, orang-orang yang bergelar
itu semaunya saja berbuat. Seolah-olah bergerak, berteriak lantang, bahkan
terdepan menguncang jalanan. Hasilnya? Nihil.
Bukan tak pantas berbicara begini, tapi sedikitkah tak
terbersit pada benak mereka bahwa bagaimana rasanya mendengar janda mencari
nafkah hanya untuk sekadar mengabulkan keinginan anak berkuliah. Atau penjual
gorengan yang hilang gagasan untuk meratapi kemiskinan hidup demi mimpi anaknya
sekolah. Bahkan kuli angkut yang tak terbersit pikir menanggungi biaya jutaan
pendidikan tinggi.
Ini dunia pendidikan, bukan pasar komersil. Ini lahan-lahan
menuai ilmu, bukan arena beradu siasat sesat. Ini tempat para intelektual
meraih Rahmat Tuhan, bukan area mafia menyerakahi dunia.
“Tak ada gelar Maha, semua runtuh jadi Mafia : “Kalau tuan mau, kami
kondisikan. Kalau tuan berkenan, kami mau seribu dollar!” (Watak miskin)”
Hei tuan-tuan bergelar, yang kesana-kemari rapat dan
berdiskusi. Apa yang kamu bicarakan sebenarnya? Kejayaan Negara? Tokoh-tokoh?
Rakyat Kecil? Atau Nasib sesamamu Mahasiswa Fakir?
Percuma kau habiskan waktumu berbicara, sedang uang jadi
rebutan matikan karakter. Pentasmu Politik, Arenamu Kampus, Kepentinganmu
Milikmu. Nurani tak mampu menyala, redup dimatikan diam!
“Kursi panas akan dingin. Karna dinginnya, pergerakan tak leluasa
bergerak. Pasif, lambat laun dimatikan diam. Tuan-tuan, angkat toakmu!”
Mari, disinilah tertunduk, untuk
sekadar menyapa Tuhan. Malulah, untuk tengok kembali luka-luka yang pernah
disisingkan di lengan-lengan orang kecil pencari penghidupan. Mereka turut dan
layak merasakan kenikmatan hidup, sedang kita kadangkali lalai mengurus hidup.
Amanah adalah pertanggungjawaban. Jalankan sebagaimana yang harus dijalankan.
Ia hanya titipan, yang memang haruslah digunakan pada tempat-tempat yang
membutuhkan, bukan yang kita inginkan. Ia dipakai untuk sementara waktu, yang
disetiap perjalanannya haruslah dicatat dalam kebaikan-kebaikan, karena pada
saatnya, semua akan sirna. Dan, hingga pada akhirnya, hanya antara Engkau dan
Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar