Jumat, 14 Maret 2014

Mahasiswa Kritis, Krisis Identitas!



Malang, 5 Maret 2014

oleh : Andy Ilman Hakim

Bulan-bulan ini adalah bulan kesal bagiku. Mahasiswa, kini memprihatinkan. Terjual oleh kemunafikan akan tumpukan materi. Hilang dan lenyap kini idealisme. Hancur dan bungkam karakter, jiwa muda, dan integritas yang mereka tafsirkan sendiri.

”Cara instan dan transaksional tak akan menghasilkan kepemimpinan yang besar. Mereka hanya akan disibukkan pada satu urusan : Untung-Rugi!”

Ah, tak penting sekali rasanya merongrong keburukan mereka. Tapi, bagaimana dunia kelak?
Setahun merasakan dunia politik kampus sebagai aktor utama memang banyak membelalakkan mata. Bagaimana tidak, orang-orang yang bergelar itu semaunya saja berbuat. Seolah-olah bergerak, berteriak lantang, bahkan terdepan menguncang jalanan. Hasilnya? Nihil.
Bukan tak pantas berbicara begini, tapi sedikitkah tak terbersit pada benak mereka bahwa bagaimana rasanya mendengar janda mencari nafkah hanya untuk sekadar mengabulkan keinginan anak berkuliah. Atau penjual gorengan yang hilang gagasan untuk meratapi kemiskinan hidup demi mimpi anaknya sekolah. Bahkan kuli angkut yang tak terbersit pikir menanggungi biaya jutaan pendidikan tinggi.
Ini dunia pendidikan, bukan pasar komersil. Ini lahan-lahan menuai ilmu, bukan arena beradu siasat sesat. Ini tempat para intelektual meraih Rahmat Tuhan, bukan area mafia menyerakahi dunia.

“Tak ada gelar Maha, semua runtuh jadi Mafia : “Kalau tuan mau, kami kondisikan. Kalau tuan berkenan, kami mau seribu dollar!” (Watak miskin)”

Hei tuan-tuan bergelar, yang kesana-kemari rapat dan berdiskusi. Apa yang kamu bicarakan sebenarnya? Kejayaan Negara? Tokoh-tokoh? Rakyat Kecil? Atau Nasib sesamamu Mahasiswa Fakir?
Percuma kau habiskan waktumu berbicara, sedang uang jadi rebutan matikan karakter. Pentasmu Politik, Arenamu Kampus, Kepentinganmu Milikmu. Nurani tak mampu menyala, redup dimatikan diam!

“Kursi panas akan dingin. Karna dinginnya, pergerakan tak leluasa bergerak. Pasif, lambat laun dimatikan diam. Tuan-tuan, angkat toakmu!”

Mari, disinilah tertunduk, untuk sekadar menyapa Tuhan. Malulah, untuk tengok kembali luka-luka yang pernah disisingkan di lengan-lengan orang kecil pencari penghidupan. Mereka turut dan layak merasakan kenikmatan hidup, sedang kita kadangkali lalai mengurus hidup. Amanah adalah pertanggungjawaban. Jalankan sebagaimana yang harus dijalankan. Ia hanya titipan, yang memang haruslah digunakan pada tempat-tempat yang membutuhkan, bukan yang kita inginkan. Ia dipakai untuk sementara waktu, yang disetiap perjalanannya haruslah dicatat dalam kebaikan-kebaikan, karena pada saatnya, semua akan sirna. Dan, hingga pada akhirnya, hanya antara Engkau dan Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar